Gejolak Ganti Rugi Luar Peta

Sidoarjo  Minggu, 16 Oktober 2011 - Di saat kekritisan tanggul sisi barat tersebut terjadi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuat keputusan penting, diantaranya memastikan pembelian (ganti rugi) tanah dan bangunan warga luar peta di sembilan RT yang dihuni 850 keluarga di Desa Siring Barat, Jatirejo Barat, dan Desa Mindi yang diluar peta terdampak dipastikan mendapatkan ganti rugi dari pemerintah sesuai dalam Perpres 48 tahun 2008 (revisi Perpres Nomor 14 Tahun 2007).

Tiga desa yang terdiri dari empat RT Desa Siring Barat, dua RT Desa Jatirejo Barat dan tiga RT Desa Mindi, banyak rumah warga yang mengalami kerusakan. Seperti, tembok retak-retak dan banyak muncul bubble gas liar yang mudah terbakar, akibat tekstur tanahnya mengalami penurunan (subsidence) dampak dari banyaknya lumpur bawah permukaan yang menyembur melalui pusat semburan.

Namun kejelasan kapan mereka akan dibayar, pemerintah tidak menjelaskan secara pasti. Disaat 9 RT disetujui mendapatkan ganti rugi, muncul persoalan baru di wilayah yang sama atau 45 RT di kawasan Mindi dan Pamotan Kecamatan Porong, Ketapang Tanggulangin dan Besuki timur tol Kecamatan Jabon, yang diakui warganya sama menerima dampak luapan lumpur, meminta keadilan alias juga menuntut diberikan ganti rugi seperti korban lumpur diluar peta terdampak lainnya.

Bahkan 45 RT itu mengancam, kalau sampai sampai ganti rugi 9 RT di realisasikan dan meninggalkan 45 RT yang sebagian wilayahnya masuk di 9 RT, seperti di daerah Mindi yang terdapat 21 RT, hanya RT 10, 13 dan 15 saja yang diberikan ganti rugi oleh pemerintah, warga RT lainnya (tergabung dalam 45 RT) mengancam akan terus berontak dan terus menerus turun jalan agar juga diakui mendapatkan ganti rugi dari pemerintah. Dan bahkan spanduk yang bertuliskan '9 RT ganti rugi cair, akan terjadi banjir darah', juga banyak terdapat di beberapa sudah dan kerap dibawa demonstran asal 45 RT.

"Mindi ada 21 RT, kenapa yang diakui hanya 3 RT. Kita juga sama menerima dampak seperti 3 RT tersebut," ujar SU warga Mindi dari RT 20 RW 3 yang beberapa kali terlibat ikut demo menutup Jalan Raya Porong dan memblokir jalur rel KA stasiun Porong.

Dalam menyikapi tuntutan 45 RT, pemerintah belum bersedia memberikan ganti rugi karena tetap mengacu akan melakukan uji seismik atau pendeteksian kondisi bawah tanah terlebih dahulu. Hal ini juga ditentang oleh warga 45 RT karena uji itu hanya sebagai alasan. Padahal Tim Kajian Kelayakan Pemukiman (TKKP) bentukan
Pemrov Jatim menyatakan 45 RT sama atau tidak layak huni.

Sekedar diketahui, sejak tahun 2010 lalu, mayoritas warga sembilan RT itu, telah mengungsi dari masing-masing desanya. Mereka mendapatkan paket bantuan sosial, di antaranya uang kontrak rumah selama dua tahun, yang besarnya Rp 5 juta.

Namun, sejak Juli 2011 ini, masa kontrak rumah sudah habis. Warga akhirnya kembali ke rumah masing-masing. Meski begitu hingga kini mereka belum mendapatkan ganti rugi karena belum ada payung hukum yang diterbitkan pemerintah. Warga pun nekat menghuni rumahnya yang sebagian besar temboknya sudah retak-retak akibat subsiden tanah di wilayah itu.